Selasa, 15 Desember 2009

Hidup (jangan) Seperti Air Mengalir

Saya pernah ngobrol dengan teman saya. Saya tanya pada dia, apa rencanannya setelah lulus kuliah? Dia menjawab" biarkan seperti air mengalir". Memang susah juga menafsirkan rencananya kalau jawabanya seperti itu. Saya nggak tahu apakah dia sudah punya rencana atau mungkin nggak memikirkan sama sekali. Saya jadi berpikir, mungkin enak juga ya kalau kita hidup seperti air mengalir tenang dan menghanyutkan. Akan tetapi, kalau dipikir lebih dalam, bukankah air selalu mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Atau juga mungkin ibarat air hari ini kita sumur, besok kita di bak mandi lusa kita di septictank. Anda Mau????

Kita semua sangat ingin sekali hidup yang nyaman dan tenteram. Sering kali kita tidak sadar menyerahkan rencana besar kita kepada kemalasan berpikir dan ketakuta bekerja. Mengapa demikian? Kita semua punya impian-impian besar, tetapi kita sering malas untuk mencapainya. Padahal kita punya kemampuan. mengapa demikian? mungkin kita tidak mau meninggalkan zona nyaman kita selama ini padahal memang kita sudah saatnya untuk pergi. Kita lalu membela diri dengan menyamakan hidup kita dengan air. Atau mungkin juga kita menyerahkan nasib kita. Kita selalu beralasan bahwa keberhasilan seseoran karena dia beruntung sehingga kita ikut-ikutan menunggu keberuntungan. Akhirnya kita tidak sadar telah terhanyut dalam kenyamanan dan ketentraman kita, dan tanpa sadar kita telah samapai di lautan penuh badai dan ombak dan kita hanya bisa terombang-ambing kesana-kemari.

Senin, 14 Desember 2009

Mapan

Kita semua ketika dewasa atau dianggap dewasa dituntut untuk mapan. Apa itu mapan? Apakah mapan itu ketika kita dapat mencari uang sendiri dan terpisah dari orang tua? Apakah mapan itu ketika kita sudah menikah dan mempunyai anak? Ataukah mapan hanya tuntutan yang tidak pernah jelas bagaimana ukurannya? Saya bertanya, anda bertanya dan semua orang mungkin bertanya apa mapan itu. Sulit juga menjelaskan mapan karena pandangan orang juga berbeda-beda tentang mapan. Akan tetapi, setiap hari kita mungkin selalu mendengar tuntutan orang kepada kita untuk mapan hingga kita bosan dan jenuh mendengarnya.
Dalam bahasa Jawa, mapan itu sering diartikan orang yang bersiap-siap untuk tidur. Misalnya: "Anakmu malah wes mapan turu". Mungkin karena itu, digunakan kata mapan untuk menyamakan orang yang sudah selesai pekerjaannya sehingga ia siap beristirahat. Lantas apakah ketika kita sudah meinikah kita sudah mapan karena kita sudah selesai pekerjaan kita sebagai bujangan.mungkin. Tetapi, bukankan kita ada pekerjaan lain yang membuat kita tidak bisa beristirahat. Maka, ketika kata mapan tersebut kita gunakan dalam konteks yang lain apakah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Sebenarnya kata mapan yang kita bicarakan ini sebenarnya hanya pandangan orang lain terhadap kita. Ketika kita disebut mapan karena kita sudah menikah dan bekerja karena yang mapan sebenarnya bukan kita tetapi orang tua kita karena pekerjaannya selesai. Kita tetap saja baru mulai dengan perjuangan-perjuangan baru yang tidak boleh membuat kita berhenti. Mapan juga hanya penilaian mereka kepada kita. Orang lain membuat ukuran-ukuranya sendiri untuk mengukur kita mapan atau belum. Maka, ketika orang lain menyebut kita mapan jangan pernah percaya, karena sebenarnya kita baru mulai dengan perjuangan-perjuangan yang lebih berat yang menuntut kita untuk tidak istirahat. Mapan bukanlah stasiun akhir perjalanan hidup kita, ia hanya memberikan kesempatan kita berhenti sejenak untuk berpikir lebih keras dan keras lagi.

Rabu, 09 Desember 2009

Hidup Yang "Menunggu" Mati

Kedengarannya mengerikan sekali judul saya kali ini. Seolah-olah mau 2112 saja, seperti difilm. Bukannya saya mau menakut-nakuti, hanya untuk mengingatkan diri saya sendiri saja bahwa hidup tidak untuk menunggu mati. Berapa lama lagi ya???? kita hidup, nggak ada orang yang tahu, hanya Tuhan yang tahu. Tetapi kalau kita hidup sudah berapa tahun ya??? kita pasti bisa menjawab. Ketika kita hidup tersebut, kita menunggu tidak ya??? sudah pasti menunggu. Menunggu apa saja? mungkin menunggu kaya, menunggu jodoh, atau menunggu makan karena kita lapar. Tetapi ketika kita menunggu apa ya, yang kita lakukan. Kalau saya, mungkin berkhayal kalau saya kaya nanti, kalau saya berkuasa nanti, dan kalau-kalau yang lain. Mungkin anda juga kan. Atau mungkin kita sering menggerutu, kapan ya kita kaya, kapan ya kita terkenal dan lain sebagainya yang mungkin tidak ada habisnya. Dan tanpa terasa kita hanya berandai-andai dan berangan-angan sambil menunggu mati, mungkin ketika kita sudah dekat dengan kematian kita belum meraih apa yang kita impikan.

Kata orang, menunggu itu pekerjaan yang sangat membosankan. Sebagai contoh ketika kita memesan bakso dan karena warungnya terlalu ramai maka pesanan kita tersebut tidak datang, apa yang kita lakukan, mungkin marah-marah. membosankan bukan? menunggu dan menunggu sering kita lakukan dalam hidup kita, mungkin seperti saya dan teman-teman saya sedang menunggu pengumuman cpns, sudah berapa lowongan pekerjaan yang tidak saya hiraukan karena terlalu banyak berandai-andai. Dan ketika pengumuman, kenyataannya saya nggak diterima. Lalu saya berandai-andai lagi kalau saja waktu menuggu pengumuman cpns itu saya memasukkan lamaran pasti diterima. dan selanjutnya seperti itu lagi.BOSAN. Dan tanpa sadar kita telah kehilangan banyak waktu karena kita tidak melakukan apa-apa ketika menunggu. Kita sering kali hanya menggerutu, marah-marah, berandai-andai dan lain sebagainya. Maka saat ini, saya tidak hanya mau menunggu dengan berdiam diri, tetapi saya ingin menunggu dengan berbuat sesuatu, karena suatu saat nanti saya pasti kaya dan terkenal, ngapain juga ditunggu. Anda nggak percaya? silahkan menunggu. Maka saya tidak ingin hidup saya hanya untuk menunggu mati.Anda juga kan.

Senin, 30 November 2009

Antara Bulan dan Bulan

Antara Bulan dan Bulan begitulah tulisan saya kali ini. Apakah itu Bulan (saya sebut Bulan I) adalah bulan yang ada dilangit ketika malam hari muncul. Apakah itu Bulan(saya sebut Bulan II) adalah satuan waktu selain detik, jam, hari, minggu dan tahun. Bulan I memberikan pelajaran bagi kita, entah langit cerah atau mendung, entah pusrnama atau gerhana ia akan selalu muncul. Bulan II memberikan kita suatu perulangan-perulangan yang tak pernah habis. Apakah setelah desember bulan habis, ternyata tidak kita akan kembali ke januari. Antara bulan dan bulan akan selalu dalam diri kita, entah sadar atau tidak. Apakah kita orang yang selalu tegar seperti Bulan I yang selalu muncul di malam hari entah terlihat atau tidak. Ataukah kita adalah Bulan II yang selalu berputar-berputar dan kembali lagi dengan yang itu-itu saja. adalah suatu keharusan bagi kita bahwa kita dalam hidup harus tetap menjadi diri kita yang tidak pernah berubah meski senang maupun susah. Karena kita tidak mungkin menjadi orang lain. Tetapi, kita juga selalu menjadi bulan II dengan berbagai keinginan yang berubah-ubah dan selalu berulang-ulang tidak pernah bisa dihindari. Akhirnya hanya kita yang tahu ketika kita menjadi bulan I atau menjadi bulan II dan kedua hal ini memang tak bisa dihindari. Akan tetapi, yang harus kita sadari bahwa meski kita merasa diri kita tidak berubah dan keinginan kita berubah, meski kita saat ini merasa di bawah dan suatu ketika kita diatas. Waktu tidak pernah mau menunggu, kita tidak pernah diberi waktu beristirahat atau menunggu sejenak dalam hidup. Jadi, entah hari ini jadi bulan atau bulan kita harus tetap berjalan mengarungi lautan kehidupan meski tertiup angin semilir atau terguncang badai.

Sabtu, 11 April 2009

Mencari


Anda pernah kehilangan sesuatu. Anda pernah mencarinya?Apakah anda menemukannya? Semua orang pernah mencari sesuatu sepanjang hidupnya. Mencari berarti berusaha menemukan sesuatu. Tetapi, ketika kita mencari, belum tentu menemukan hal yang dicari. Lantas apakah kita harus berhenti mencari, rasanya tidak. Kita pernah bersekolah untuk mencari ilmu. Ketika mendapat ilmu, kita mencari pekerjaan untuk mendapat uang. Ketika mendapat uang, kita mencari kehormatan. Ketika mendapat kehormatan, kita mencari kekuasaan. Ketika mendapat kekuasaan, kita mencari wanita. Lantas sampai kapankah orang berhenti mencari?
Pernahkah anda tidak menemukan sesuatu ketika mencari? bagaimanakah rasanya, tentunya kecewa yang akan kita dapat dan mungkin juga frustasi. Ketika kita hanya berpikir tentang sesuatu hal didunia kita hanya akan mendapatkan rasa penasaran.dan ketidakpuasan Suatu perasaan yang tidak akan pernah mati dan mendorong kita untuk terus mencari. Ketika kita mendapat sesutu yang tidak dimiliki seseorang, pasti kita akan merasa menjadi pemenang. Dan ketika itulah kita akan terjebak dalam pekerjaan mencari berikutnya hingga kita lupa apa yang sebenarnya kita cari. Kita semua harus ingat bahwa segala apapun yang kita cari didunia ini muaranya adalah mencari kebahagian dari-Nya karena tanpa itu kita tidak akan mendapat kepuasan dan kita akan terus mencari hingga kita lupa Tuhan kita.

Senin, 06 April 2009

Partai Kerajaan

Pokoknya saya mau menulis politik selama pemilu ini. Pemilu tinggal sebentar lagi, tetapi saya tetap tidak menemukan partai yang mampu menjalankan fungsi yang seharusnya. Coba anda lihat partai-partai yang ikut pemilu kali ini, semuanya mempunyai ideologi yang sama: nasionalis-religius atau religius-nasionalis. Menurut saya itu tidak penting, mau agamis atau nasionalis karena ideologi partai-partai itu sebenarnya kekuasaan. Walaupun Indonesia telah mengalami demokrasi, tetapi sebenarnya justru partailah yang tidak demokrasi. Menurut anda bagaimana?
Coba anda lihat PDI-P, partai paling feodal di Indonesia Ratunya Megawati, Pembina Partai suaminya sendiri, lalu putri mahkotanya Puan maharani. Mau demokrasi bagaimana karena yang duduk di pimpinan pusat ya, yang dekat dengan itu-itu saja. Lihat, Golkar, sebenarnya inilah partai yang mempunyai kaderisasi yang bagus. Akan tetapi, JK memberlakukan partai ini sebagai perusahaan. Mentang-mentang ia ketua umum, merasa sahamnya paling besar, dia menghapus konvensi, dimana demokrasinya Pak JK. Demokrat sama saja dengan kedua partai tersebut. SBY sebagai dewanya Demokrat terlalu suci. Lihat para kader demokrat, kalau mereka ngomong, dijaim-jaimin seperti SBY. Kalau tidak ada kritik buat pimpinan, mana demokrasinya.
Lalu Partai-partai lain bagaimana? sama saja, partai-partai lain menjadi protektoratnya ketiga partai tersebut yang penting bisa dapat jatah menteri. Partai-partai lain cuma berusaha agar tidak terdegradasi. Mau memperjuangkan kepentingan rakyat bagaimana?kalau cuma ingin jatah menteri. Apalagi partai-partai teri, paling-paling mereka di jemur biar awet. Partai seharusnya menjalankan fungsinya merekrut kader-kader terbaik bangsa demi munculnya seorang pemimpin bangsa. Tapi kalau yang direkrut itu anaknya, suaminya, bapaknya, atau artis-artis terkenal nanti presidenya Tukul saja soalnya rakyat selalu tertawa lupa kalau miskin dan bodoh. Partai juga seharusnya melakukan kompetisi diantara kadernya, tetapi mana ada kompetisi kalau yang pintar menjilat yang akan menang.
Repot memang kalau sistem tidak jelas begini. Jadinya, banyak bintang-bintang iklan dadakan di jalan-jalan yang iklannya dalam sejarah mengalahkan iklan rokok dan operator seluler. Berapa jumlah uang yang mereka belanjakan untuk pemilu kali ini, mungkin bisa buat beli krupuk untuk memenuhi alun-alun. Kalau begini jadinya, siapapun yang menang nanti pokoknya masa depan jelas sengsara. Seperti slogan demokrat "mari kita dukung terus, lanjutkan yang miskin, yang nganggur, yang bodoh, dan yang lain-lain.

Jumat, 03 April 2009

Democrazy Indonesia

Tanggal 9 April Indonesia akan mengalami hajatan politik atau kondangan politik mungkin juga bisa disebut hura-hura politik. Saya sebut hura-hura karena memang kita sedang hura-hura yang tidak berguna. Setelah hura-hura itu selesai, yaaaa kita susah lagi. Demokrasi artinya kekuasaan rakyat. Seharusnya rakyat mempunyai kekuatan untuk menunjuk pemimpinnya. Akan tetapi, sebenarnya yang terjadi rakyat hanya disuruh memilih bukan menentukan pilihan. Saya sebut saja demokrasi kita atas dasar kesepakatan musyawarah mufakat. Atau mungkin bagi hasil. Coba anda lihat iklan partai politik di televisi, semua saling klaim keberhasilan. Baru swasembada beras saja sudah tiga partai ikut nimbrung. Maka yang bingung, yaaaa yang sok oposisi coba-coba klaim BLT. Maka kalau ada kegagalan, rakyat yang disalahkan. Pemilu Indonesia juga butuh EO seperti KPU yang menghamburka uang negara. Pokoknya siapapun yang menang nanti, semua kebagian. Pemilu seharusnya menjadi proses seleksi kepemipinan oleh rakyat agar rakyat dapat menentukan pilihannya, yaitu menuju Indonesia yang sejahtera. Akan tetapi, sampai saat ini capresnya saja belum pasti. Mau jadi pemimpin harus pandai tawar menawar agar tidak rugi dan balik modal. Yang tidak bisa tawar-menawar yaaa ikut-ikutan koalisi, kali-kali aja dapat menteri. Lalu dimanakah kekuasaan rakyat yang sebenarnya? Mau golput aja juga susah, takut dosa karena Haram. Lha ngrokok aja yang merugikan kesehatan tidak haram. Kalau begini terus mungkin bisa gila saya. Semoga anda tidak ikutan democrazy Indonesia ajang dagelannya politik Indonesia.